OLEH : Trifidiya Agistin
Pagi ini, mentari terlihat begitu cerah, membuat siapapun yang melihatnya akan menunduk karena silaunya. Sinarnya masuk secara diam-diam, lewat celah-celah jendela asrama putri yang terbuat dari kaca seperti seorang pencuri. Butiran embun pada dedaunan semakin menghidupkan suasana pesantren modern yang jumlah santrinya tidak lebih banyak dari telur-telur yang sedang di erami oleh induknya, mungkin karena pesantren ini berada di pelosok makanya tidak banyak orang yang tau keberadaanya. Al-Ikhlash,, begitulah namanya. Pesantren yang berdiri pada tahun 2007 dan di asuh oleh Romo Kyai Alfin Sunhaji itu, berada di kota Gresik, terletak di daerah pesisir utara. Sebagian masyarakat menyebutnya pesantren Evergreen, karena hampir semua bangunan di pesantren ini berwarna hijau. Dan aku adalah salah satu santriwati yang berdomisili di pesantren ini, aku berasal dari Tuban, entah kenapa kedua orang tuaku membuangku ke tempat yang menurutku sangat membosankan ini. Aku baru 3 tahun tinggal di pesantren ini, sekarang tepat pada tahun 2018 aku duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan, aku mengambil jurusan akuntansi, namun pada akhirnya aku menyesal, karena akuntansi tidak semudah yang aku bayangkan.
Pagi ini, mentari terlihat begitu cerah, membuat siapapun yang melihatnya akan menunduk karena silaunya. Sinarnya masuk secara diam-diam, lewat celah-celah jendela asrama putri yang terbuat dari kaca seperti seorang pencuri. Butiran embun pada dedaunan semakin menghidupkan suasana pesantren modern yang jumlah santrinya tidak lebih banyak dari telur-telur yang sedang di erami oleh induknya, mungkin karena pesantren ini berada di pelosok makanya tidak banyak orang yang tau keberadaanya. Al-Ikhlash,, begitulah namanya. Pesantren yang berdiri pada tahun 2007 dan di asuh oleh Romo Kyai Alfin Sunhaji itu, berada di kota Gresik, terletak di daerah pesisir utara. Sebagian masyarakat menyebutnya pesantren Evergreen, karena hampir semua bangunan di pesantren ini berwarna hijau. Dan aku adalah salah satu santriwati yang berdomisili di pesantren ini, aku berasal dari Tuban, entah kenapa kedua orang tuaku membuangku ke tempat yang menurutku sangat membosankan ini. Aku baru 3 tahun tinggal di pesantren ini, sekarang tepat pada tahun 2018 aku duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan, aku mengambil jurusan akuntansi, namun pada akhirnya aku menyesal, karena akuntansi tidak semudah yang aku bayangkan.
Di
pesantren ini aku memiliki keluarga kedua yang sangat berarti setelah ayah dan
ibu. Sembilan Bintang, yah.. aku menyebutnya begitu, karena kami berjumlah
sembilan anak. Yang pertama, Fitri, gadis bermata sipit dan berkaca mata ini
adalah bintang tertua diantara kami. Karakternya yang sangat dewasa cocok
sekali dengan usianya sekarang. Dia berasal dari Tuban, tepat satu desa
denganku, mungkin bisa dikatakan
tetangga, karena rumah kami hanya berjarak 5 meter saja. Sebenarnya, dari kecil
aku sudah mengenalnya, bahkan kami kerap kali satu kelas ketika menduduki Taman
Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar. Namun Sekolah Menengah Pertama kami berpisah,
sampai pada akhirnya, kita bersama lagi ketika masuk di Sekolah Menengah
Kejuruan, dan lebih akrab lagi, mungkin karena kami berada dalam satu pesantren..
Kedua adalah diriku sendiri,, Fida, nama lengkapku Fidiya Agistin.. tapi
teman-temanku lebih akrab memanggilku Fida. Menurut penilaian teman-temanku,
aku adalah tipe anak yang humoris.. 99% benar sekali. Karena bagiku, jika
sehari saja aku tidak mengucapkan sesuatu atau bertingkah laku konyol seperti
pelawak, tepat pada saat itu juga aku akan kehilangan separuh jiwaku. Mereka
juga bilang, bahwa aku adalah gadis puitis dengan seribu imajinasi, nah..
itulah pendapat mereka tentang diriku, untuk tanggapanku.. aku biasa aja, selama
itu membuat temanku bahagia, aku pun ikut bahagia.
Pukul
09.30, tepat waktunya istirahat.. Aku dan Fitri duduk bersimpuh diatas gubuk
kecil yang terbuat dari kayu jati yang mungkin hanya memuat 5 atau 6 orang saja,
atau dalam bahasa gaulnya adalah gazebo,, yang berada di depan kantor SMK
Al-Ikhlash.. Dari kejauhan, sorot mataku fokus pada kedua gadis yang juga
termasuk bintangku ..mereka berjalan menuju ke arahku, bergandengan tangan
dengan tersenyum lebar, seolah mereka adalah Laila dan Majnun yang tengah berbahagia
karena hubungan mereka telah di restui.. “Assalammu’alaikum” satu dari kedua
gadis itu, bertubuh pendek dan agak terlalu gemuk dengan lesung pipit di sisi
pipi kananya, menyapa diriku dan Fitri dengan ucapan salam yang menunjukkan
bahwa dia adalah seorang santri.. Puput, itulah namanya.. dia berasal dari kota
Surabaya,, dia adalah tipe gadis yang sensitif,, jika ada yang mengganggunya
saat moodnya lagi tidak baik,, maka dia akan mengeluarkan tanduknya seperti
seekor singa yang di bangunkan dalam tidurnya.. “Wa’alaikum salam”.. Fitri
membalas salamnya,, sementara diriku diam seribu bahasa,, tatapanku kosong.
Dalam otakku muncul beribu pertanyaan, yang entah kemana aku akan mencari
jawaban dari pertanyaan tersebut,, haruskah aku bilang sejujurnya kepada ayah
dan ibu ? ..Ah tidak, itu akan membuat mereka kecewa denganku.. Ataukah lebih
baik aku bercerita kepada bintang-bintangku tentang keadaanku sekarang,, siapa
tau mereka bisa membantuku.. Huh, tidak mungkin,, apa kata mereka, jika aku
bercerita tentang kedaanku ,,mereka akan menganggapku sebagai santriwati paling
boros di pesantren ini.. Oh Tuhan... apa yang harus kulakukan sekarang ?,, hati
dan otakku tengah bergelut secara diam-diam.
Gadis yang masih
menyatukan tangannya dengan tangan puput,, bertubuh agak tinggi kurus,, berkulit
coklat sawo matang dengan kumis tipis yang membuatnya lebih terlihat manis
menyentikkan jarinya di depanku. “woe,, ngelamun mulu.. Kesambet baru tau rasa
kamu.”..Sontak aku mengedipkan kedua kelopak mataku..”Hah,, kenapa.. kenapa
?”..entah, ada apa dengan diriku sekarang,, aku bertingkah seperti anak bodoh
dengan sejuta mimpi yang mustahil akan menjadi nyata.. “Tau tuh,, ada apa
dengan dirimu Fida ?,, dari tadi kita duduk berdua, tidak ada sepatah katapun
yang keluar dari mulutmu”.. Fitri menatapku dengan mengernyitkan dahinya seolah
aku bukanlah Fida yang dia kenal.. “Tidak, aku tidak apa-apa kok,, aku cuma
lagi rindu nih ama ayah dan ibu”.. Itulah salah satu alasan yang kubuat untuk menyembunyikan
penyakit kanker (Kantong Kering) yang sekarang sedang menyerangku.. “Kanker ya
?”.. pertanyaan Puput membuatku Gemetar,, aku menatapnya dengan memicingkan
mata, apa ini,, kenapa Puput menanyakan hal itu kepadaku, apakah mimik wajahku
terlihat haus uang?.. Tidak,, mereka tidak boleh tau kalau sekarang aku
terjangkit penyakit kanker, atau aku akan di tertawakan mereka sebagai gadis
paling boros sepanjang masa.. Oh.. Sungguh,, penyakit menyeramkan dan sangat
ganas yang dialami oleh sebagian santri adalah kanker (Kantong Kering). “Hah!,
apa yang kamu katakan?,, baru juga dua minggu yang lalu ayah mentransfer uang,
tidak mungkin aku menghabiskan uang segitu dalam dua minggu “.. Yah,, seketika
aku menentang pertanyaan puput, meskipun apa yang dikatakan puput benar adanya.
“Hey..
apa kalian tidak mendengar bel berbunyi?, Ibu guru sudah menunggu, ayo masuk
kelas “..Seorang gadis yang memiliki bulu mata yang lentik dengan tinggi badan
160 cm,, berkulit kuning kunyit, sedang berdiri di balkon lantai dua kelas XII
Akuntansi, memanggil kami berempat untuk segera masuk kelas.. Gadis yang pernah
mengikuti pelatihan paskibra bahkan menjadi salah satu pasukan dari barisan 45
satu tahun yang lalu ini bernama Indra, mungkin sekilas seperti nama anak
seorang laki-laki,, namun pada kenyataanya dia terlahir sebagai seorang gadis..
Dia adalah bintang termuda di antara sembilan bintangku,, asalnya juga dari
Tuban, tapi beda desa denganku, meskipun dia bintang termuda,, tapi dialah yang
paling mahir soal cinta.. Serentak, kami melangkahkan kaki menuju kelas untuk
mengikuti pelajaran bahasa Inggris. Semenit.. Dua menit berlalu,, jam dinding
berbentuk bundar terletak tepat di atas papan tulis berwarna putih menunjukkan
pukul 12.30, “Kring.. waktu pelajaran
sudah berakhir..” bel berbunyi, seakan memerintahkan siswa-siswi SMK
Al-Ikhlash untuk segera pulang. Setelah ibu guru menutup jam pelajaran,, aku,
Fitri, Puput, Sindy dan Indra merapikan buku, beranjak dari tempat duduk dan
segera keluar dari kelas. Siang ini memang sangat panas sekali, seolah mentari
sedang marah dengan bumi karena terlihat kumuh akibat tangan-tangan jahil
manusia yang membuang sampah di laut dengan wajah tak berdosa tanpa berfikir
kedepannya, sehingga menyebabkan sampah-sampah menumpuk,, membuat bingkai di
tepi laut. Suara deru dan bel motor siswa-siswi mbajak beriringan seperti
pawai. Kami berjalan lamban tak berdaya menuruni tangga demi tangga,, seolah
tenaga kami terkuras habis oleh terik matahari yang menyengat, dahaga dan lapar
semakin membuat kami ingin cepat sampai di pesantren dan langsung menyantap
masakan mbok sri, tukang masak di pesantren kami. “Hy Guys..!” suara itu
terdengar jelas di telinga kami,
serentak kami menoleh kebelakang, sepasang mata kami mengarah kepada
seorang anak perempuan berbadan gendut menggemaskan, berkulit putih dan berkaca
mata persegi dengan gagang yang berwarna ungu,, menyangkluk tas jansport di
punggung, berlari ke arah kami .”Hy Mia..” Sindy memulai percakapan dengan
Mia.. Yah, namanya Mia berasal dari Gresik sendiri tepat satu desa dengan
pesantren ini. Entah kenapa dia lebih memilih tinggal di pesantren ketimbang
mbajak. “Hey, sumpah.. Perutku lapar sekali nih,, dari tadi cacing dalam
perutku terus saja menghentakkan kakinya”.. Sejak kapan cacing memiliki kaki?
Batinku.. Begitulah Mia, dia selalu punya ide untuk mengucapkan sesuatu atau
bertingkah konyol yang dapat membuat kami tersenyum. “iya nih, pulang yuk!”.
Sahut puput yang sedari tadi diam seolah menahan rasa lapar berkepanjangan..
“Eh tunggu,,!” seorang gadis yang memiliki lesung pipit di kedua sudut bibirnya
keluar dari kantor membawa beberapa buku di tangan kirinya. “Dari mana kamu Rif
?”. tanya Fitri sambil membetulkan kaca matanya yang kurang nyaman.. “Habis
ngumpulin tugas teman-teman tuh”.. Namanya Rifa, gadis yang bercita-cita
menjadi seorang arsitek itu berasal dari Menganti, Gresik.. Dia juga salah satu
dari sembilan bintangku.***
Aroma
masakan mbok sri udah masuk secara diam-diam lewat lubang hidung,, menarik
perhatian setiap santriwati. Kali ini mbok sri masak lodeh terong dan tempe goreng..
untuk santri, makanan sesederhana itu lebih enak dari sepotong ayam goreng,
“Yuk makan..” Rifa berdiri di depan kami yang tengah duduk di depan koperasi
pesantren dengan membawa talam besar yang berisi nasi, yang terlihat masih
panas dan lodeh terong juga tempe goreng..
“Sebentar, Risma dan Ifa belum datang”, Fitri mengelaknya,, kami tidak
akan memulai makan sebelum Sembilan Bintang terkumpul semua. Risma dan Ifa,
mereka adalah salah satu bintangku.. dua detik setelah Fitri membuka mulut, Si
kembar beda ayah dan beda ibu itu datang dengan membawa laptop masing-masing..
Wajar sekali jika kami menyebutnya kembar karena hampir seluruh santri di
pesantren ini bilang, kalo wajah mereka mirip seperti saudara kandung. “Dari
mana saja kalian, kami sudah lama menunggu kalian” sergah Puput.. “Maaf yah,
kami baru saja selesai wifian..” Risma menjawab pertanyaan Puput dengan
santai.. segera kami makan,, dan hanya dalam waktu tiga menit saja, kami
menghabiskan nasi dalam talam besar itu, dan tak ada yang tersisa sebutirpun..
seolah kami adalah seekor serigala yang kelaparan.. Selesai makan, kami kembali
ke kamar masing-masing untuk melakukan sholat dhuhur,, setelah itu, seluruh
santriwati melakukan kegiatan untuk mengisi waktu luang mereka.. Ada yang
istirahat, bersiap-siap untuk mengaji Diniyah nanti sore, Petan (kegiatan
mencari kutu rambut), main laptop, nyuci, dan kegiatan-kegiatan lain. Dan
diriku, lagi-lagi diam seribu bahasa duduk termenung di depan lemari
pakaianku,, aku belum menemukan jalan keluar untuk keadaanku sekarang,, Oh
Tuhan.. Apa yang harus kulakukan, haruskah aku meminjam uang pada salah satu
bintangku?. Tidak, itu sangat memalukan bagiku,, selama ini aku tidak pernah
dalam posisi seperti ini..
Ada
apa dengan kepalaku? Seolah ada sebongkah batu besar yang menghantam kepalaku,,
tiba-tiba saja kepalaku terasa pusing sekali dan penglihatanku menjadi buram,,
ada apa ini.. Aku berusaha berjalan ke kolah untuk mengambil air wudhu dan “Bruk..” aku terjatuh tepat di depan
pintu kolah,, dan seketika aku tak sadarkan diri selam dua jam.. 120 menit
berlalu, aku mencium aroma terapi freshcare.
Ku buka kedua mataku secara perlahan, penglihatanku agak terlalu buram.. Sorot
mataku fokus pada jam dinding yang menunjukkan pukul 17.15,, aku terbaring
lemas diatas karpet yang bergambar huruf abjad, dan dikelilingi sembilan
bintangku. Bola mataku menatap mereka satu per satu. “Ada apa denganmu Fid ?
kenapa kamu bisa terjatuh dan tak sadarkan diri seperti ini?” sindy menatapku
heran, aku diam sejenak. “Entah, tadi tiba-tiba kepalaku pusing,, penglihatanku
menjadi buram dan akhirnya aku terjatuh, setelah itu aku tak tau apa yang
terjadi denganku..” bibirku bergetar menceritakan kejadian itu. “Kamu tampak
memikirkan sesuatu,, dan menyembunyikan sesuatu itu dari kami.” Celoteh Fitri,
aku semakin gemetar mendengarnya, seketika mendung datang melanda hatiku,
sepasang mataku berkaca-kaca, aku hanya diam, aku tak tau apa yang harus ku
katakan. “Uang sakumu habis ya ?”, Rifa menyenggol Puput yang tengah bertanya
padaku tanpa memikirkan perasaanku, sontak seketika itu, hujan deras yang
selama ini ku tahan akhirnya mengalir, membasahi pipiku,, dan lagi, aku hanya
terdiam tanpa sepatah katapun. Sejenak suasana menjadi hening, “maaf Fid, aku
lancang,, tadinya aku bermaksud membelikanmu obat , lalu aku berniat untuk
mengambil uang di dompetmu,, dan akhirnya aku membuka dompetmu”. Wajah Fitri
memerah, seakan ia menahan air matanya keluar. Hujan semakin deras, diriku
membisu kehabisan kata-kata. “Jadi itu, hal yang membuatmu bertingkah seolah
tak seperti Fida yang ku kenal ?, apa ini Fid? Kenapa kamu sembunyikan ini dari
bintang-bintangmu?” suara Puput membuat gemuruh petir dan hujan deras semakin
menjadi-jadi bergelut dalam hatiku. “Ma.. maafkan aku bintang-bintangku, aku..
aku tak tau apa yang harus ku lakukan,, aku malu dengan keadaanku, mulutku tak
sanggup bercerita pada kalian,, aku takut kalian akan menertawakanku dan
menganggapku sebagai santriwati paling boros di pesantren ini.” Tuturku dengan
isak tangis, butiran air mata lagi-lagi mengalir di pipiku. “Apa yang kamu
katakan? Kita adalah sembilan bintang,, jika ada satu bintang yang kehilangan
cahayanya, maka delapan bintang yang lainnya akan berusaha mengumpulkan cahaya
untuk membuat satu bintang itu bercahaya lagi seperti semula.” Ucapan Fitri
membuatku merasa seolah aku adalah gadis terbodoh yang tak pernah berfikir
sedalam lautan. Fitri menopang tangan dan punggungku untuk membantuku bangun
dan duduk bersandar di depan lemari pakaianku. “Maafkan aku. Sungguh, demi
Tuhan.. aku adalah santriwati paling hina di pesantren ini,, aku tak pernah
berfikir bahwa aku masih memiliki sembilan bintang yang selalu membuatku terang
dengan cahayanya.” Aku menggenggam erat tangan Fitri dan menatapnya dengan isak
tangis, seketika Fitri memelukku, mengeluarkan butiran air mata dan mengucapkan
sesuatu tepat di telingaku. “Berjanjilah pada kami, bahwa kamu akan tetap
menjadi bintang yang selalu bercahaya seperti yang kami kenal.” Aku mengangguk
dan masih dengan isak tangis. Sontak sembilan bintangku memelukku dengan
tersenyum.
Pada
akhirnya aku menyadari, bahwa aku adalah salah satu santriwati yang terlalu
bodoh,, tidak pernah peka akan keberadaan sembilan bintang yang kerap kali
memberiku cahaya dalam gelapnya kehidupan pesantren,, aku terlalu takut pada
hal-hal yang belum pasti terjadi, akibatnya aku terjerumus kedalam jurang yang
telah ku bangun dengan tanganku sendiri. Dan untuk para santri, “Kalian tidak
akan pernah bisa merasakan indahnya kenangan bersama keluarga dalam pesantren,
selama kalian masih berselimut ketakutan.”
Cakepp
BalasHapusdikembangkan bakatnya ya cantik😍
BalasHapussiippp mbk tita ... semoga sukses
BalasHapusMantab.
BalasHapusciee ciee, goodjob UKHTY !!!
BalasHapusMakasihhh
HapusGood story.... Fighting fidiya, Bikin lagi ayo, biar tambah seru....!!
BalasHapusmakasihh,,,proses..tunggu saja cerpen selanjutnya.
Hapussemangat terus tri fidiya
BalasHapusfidya lanjutkan bakatmu
BalasHapusBiasa aja!!
BalasHapusberkesan. jangan lupa mampir juga ke blogku novemberyangmewangi.blogspot.com yaaaa
BalasHapusokee
BalasHapusKembangkan bakatmu tita😘😀😊
BalasHapus